Kejadian ini terjadi sudah lewat berminggu-minggu lalu—bahkan mungkin hitungan bulan ya. Baru kubaca-baca lagi dan direvisi untuk dipost. Untuk pelajaran bagi semua lah ya…
***
Huo huo huo, ada apa gerangan gegap gempitaaa. Sebenarnya sih saya nggak pengen post soal ini sekarang, takutnya saya nggak objektif namun saya takut lupa juga jadinya ya sudah diketik ajalah ya.
Jadi ceritanya begini. #lol
Di dalam diri kita masing-masing saya yakin—apalagi pada era media sosial seperti saat ini—memiliki kecenderungan untuk memupuk bakat-bakat menjadi selebriti. Yang membedakan biasanya adalah kadarnya saja. Ambil contoh, seberapa bahagia anda ketika postingan blog tetiba mendapat lonjakan statistik di suatu minggu yang cerah? Atau ketika IG story disaksikan banyak orang? Atau postingan IG anda dilove banyak orang? Atau kalau followernya sudah sampai sekian-sekian ribu, gimana perasannya sis?
Tahulah ya rasanya. Meski hanya dalam skala kecil, merasa menjadi terkenal, dielu-elu dan disukai banyak orang memberikan asupan dopamin dan serotonin dalam otak yang cukup bikin terbang tinggi, dan secara kimiawi proses ini adiktif—yeah efeknya mirip-mirip narkotik. Saya kutip laman Psychology Today disini biar bisa baca langsung artikelnya yang rada-rada ilmiyah.
Tetapi pengalaman apa yang baru saya alami? Apa hubungannya dengan ini? Continue reading →