Tags

, , , , , , , , , , ,

Manusia hanya bisa berencana—dan berusaha setidaknya.

Untuk membaca bagian sebelumnya klik disini. Saya lanjutin ya!

Deg-degan nggak sih bacanya?

Nggak ya? Hiks ya udah.

Enjoy

Setelah terjaga menghabiskan malam, tiba juga keesokan harinya, 3 Oktober 2018. Dengan kantong mata besar akibat kurang tidur, banyak pikiran, patah hati dan kedinginan saya sempet-sempetin jalan-jalan di tengah Kota Ghent bersama teman saya meski dengan hati gundah gulana. Pokoknya saya ngikutin daily routine nya dia. Nganter krucils ke sekolah, kemudian ke partime job nya di sebuah restaurant yang menjual makanan khas Indonesia. Nah selama itu, gw juga berusaha menghubungi CS Verhoef by phone untuk melaporkan ini, incase barang gw disimpan disana. Itupun kalo nggak ada yang ngambil ya. Karena takutnya sebelum bisa diamankan pun, ada yang ngambil selama barang-barang tersebut nggak ada yang mengclaim.

Nyempet-nyempetin ke Ghent City Center. My friend insisted me to take pictures here.

Nah respon dari CS Verhoef sih nggak terlalu menentramkan hati. Karena mereka baru bisa ngasi jawaban besoknya, artinya tanggal 4 Oktober baru ada jawaban, sedangkan gw udah harus ke Frankfurt (ini semua tiket bis dari Ghent ke Franfurt pun udah dibeli) buat ngejar penerbangan ke Indonesia di tanggal 5 siang. Itupun kalau barang gw ternyata ada dikantor mereka gw nggak punya waktu buat ngambil, urusannya pun akan semakin ribet. Dan gw merasa nggak melakukan apa-apa kalau hanya duduk diam menunggu. Mungkin ini asli karakter gw, gw nggak bisa begitu menanti tanpa setidaknya berusaha.

Akhirnya gw memutuskan, I have to do something. Karena hari itu sudah tanggal 3 Oktober, Gw hanya punya 1 hari untuk melacak barang-barang gw. Ini juga sih yang melandasi kenekatan gw pergi ke Denhaag dengan menggunakan trayek Flixbus yang persis sama di jam yang sama yang udah ninggalin gw kemarin. Berikut ini adalah daftar final tiket perjalanan yang benar-benar gw pakai selama trip kemarin, 2 tiket gw cancel, Denhaag – Ghent dan Ghent – Frankfurt. Sekitar 35 euroan melayang sik, demi!!

Di sinilah gw mikir. Belanda itu nggak ada dalam itinerary gw pada awalnya, tetapi kayaknya gw dan Belanda punya suatu ikatan spesial, seperti kota-kota lain tempat gw dulunya menuntut ilmu seperti Bogor dan Jogja, sehingga takdir akhirnya membawa gw kembali kesana.

Akhirnya pukul 3.25 sore setelah menanti beberapa saat di terminal Dampoort, gw depart ke Denhaag menggunakan Bus L803 masih jurusan Paris – Denhaag. Namun tentunya dengan supir yang berbeda. Tanpa menunggu lama setelah naik bus dan bertemu supir, gw kemudian menjelaskan kronologi masalah yang kemarin gw alami ke Supir Bus tersebut, berharap ia setidaknya bisa memberikan info, tapi dia nggak bisa ngasi info apapun sayangnya. Hiks.

Dan nggak cuma kepada supir bus, gw akhirnya juga sharing ke penumpang-penumpang di situ dan mereka banyak yang berempati. Sepertinya sih yang pada berempati kebanyakan memiliki jam terbang tinggi traveling menggunakan bus. Salah satu penumpang pun ada yang pernah mengalami kejadian serupa, dan encourage gw untuk terus nelpon CS nya baik CS Flixbus di Jerman, atau CS Verhoef di Belanda.

Nah si Sopir Bus ini yang gw ketahui belakangan namanya Bang Marc, orangnya baik banget, usia end 30 early 40 gitu, dengan perawakan ganteng (ini seriusan gw ketemu orang ganteng terus, entah kenapa), rambut cepak pirang, banyak senyum, tinggi tegap khas orang Belanda. Tanpa sepengetahuan gw, karena gw duduk hampir di belakang setelah menjelaskan kronologis, Bang Marc nelponin perusahaannya selama perjalanan Ghent – Rotterdam untuk mencari keberadaan barang-barang gw.

Tapi karena itu di luar sepengetahuan gw, patah hati gw udah sampai puncaknya di perjalanan itu. Gw semacam udah ikhlas, mungkin emang barang yang hilang belum rezeki kembali ke gw. Nelponlah orang rumah, ngabarin peristiwa ini. Baru saat itu orang rumah tahu kalau gw nyaris hilang di Eropa. Dan tentunya orang rumah menguatkan. Terutama Ibuku, pesan beliau, kalau nggak ketemu, ya sudahlah bukan rezeki. Langsung ke Frankfurt aja, nggak perlu dicari lagi.

Setelah itu hati agak ayem lah ya. Beban sudah agak terangkat. Mulai deh bikin video-video sepanjang perjalanan, sebenernya di lubuk hati juga ada perasaan bahagia karena akhirnya berjumpa dengan Belanda lagi setelah 5 tahun lamanya.

Melihat desa-desa seperti yang digambarkan persis dalam buku-buku dongeng dengan sapi-sapi totol-totol lagi anteng ganyem rumput di bawah rindang pohon dengan latar belakang bukit-bukit teletubbies hijau dan kincir angin raksasa. Pokoknya inilah pemandangan ala Belanda yang paling kusuka dan terpatri dalam memori.

Hingga akhirnya sampai di Rotterdam, gw dipanggil Sang Supir aka Babang Marc lewat pengeras suara: The Lady Who lost Her Luggage. Marc awalnya nanya, warna tas lo apa, gw bilang suitcase ungu dan handbag item, dan dia bilang, ada di kantor cuy. Ya Alloh, gw mau nangis rasanya. Tapi dia bilang kantornya itu lokasinya di Bodegraven sekitar 30 menit dari Denhaag, nggak ada kereta, nggak ada Bis dan kantor bukanya jam 8am-5pm.

Trus gw bilang, “waduw kalo gitu, I think I couldn’t make it. Gw harus ngejar flight tanggal 5 Ke Indo di Frankfurt. Sekali lagi Frankfurt.”

Terus babang Marc mikir, dan usul, “Gimana kalo lo ikut bis ini aja, nanti setelah dari denhaag kan ke Bodegraven terus lo nunggu gw bersih-bersih bis, nanti lo gw anterin ke Rotterdam.”

Sejenak gw tertegun, kemudian mengangguk-angguk kegirangan. Ya Alloh, semoga Babang Marc dapat hidayah. Beneran gw mendoakan itu. Karena doski baik banget. Dan nggak ada terselip sedikit pun di lubuk hati gw perasaan nggak nyaman, takut atau apapun. Karena, he truly resonated genuine vibes. Ayem dan tentrem lah gw. Para penumpang lain pun menyelamati gw karena dapet good news, gw mesem-mesem.

Setibanya di Denhaag setelah semua penumpang turun gw akhirnya duduk di barisan depan dan ngobrol-ngobrollah sama Bang Marc. Ternyata the biggest reason mengapa doski beneran empati besar ke gw adalah karena ceweknya blasteran Indonesia-Belanda, makanya doski jadi merasa ikrib. Wow, gw beneran terenyuh.

Ini adalah pengalaman traveling paling bombastis, paling kaya pembelajaran sepanjang yang pernah gw lalui. Kalau dipikir-pikir gw juga emang jarang solo traveling ke luar negeri, terakhir waktu ke China tahun 2015. Tapi setelah ini. Beneran deh, gw nyaman pergi-pergi sendiri.

Sampai di Pool Bis di Bodegraven, dengan jantung berdetak hebat, gw diantar ke dalam kantor Pool Bis Verhoef daaaaaan gw akhirnya berkumpul kembali dengan koper dan tentengan yang telah raib selama 2 hari, hiks. Masih rezekinya Apalo. Karena jujur, mamak kebanyakan belanja cuma buat bayik. And he was definitely happy, so happy get some presents when Abuk was finally home.

Di kantor Verhoef di Bodegraven

Bang Marc pun memberi gw senyum lebar karena akhirnya gw bisa bertemu kembali dengan koper. Wkwkwk receh. Dan di sana ada beberapa driver bus lain yang sepertinya melayani trayek Flixbus berbeda-beda, memberi gw selamat. Mereka sebenarnya takjub. Ini adalah kali pertama, ada penumpang yang NIAT banget nyari barangnya yang tercecer. Di sini gw rada ambigu nih mau bangga apa gimana 😂. Yang jelas gw beneran bersyukur banget dipertemukan sama orang-orang baik yang sangat sangat sangat helpful. Kemudian saking terhuranya, gw update IG story, padahal sejak tanggal 2 Oktober atau lebih tepatnya sejak drama dimulai gw nggak pernah update apa-apa.

Setelah hampir dua jam menanti Bang Marc beres-beres, akhirnya saya bersama semua barang bawaan, diantar beliau ke Rotterdam Central. Dia bilang, nggak masalah karena ini toh jalan dia pulang jadi sekalian. Hoo, baik bangeeettsss. Setelah sampai di Rotterdam saya jadinya di anter ke Mc Donnald 24 jam deket stasiun, karena kayaknya ngemper di stasiun bukan pilihan.

Ini juga drama nih, karena sebelumnya gw udah mesen tiket Denhaag – Frankfurt untuk tanggal 4. Meskipun rutenya bakal melewati Rotterdam juga, tapi gw nggak bisa depart dari Rotterdam, it means gw harus balik ke Denhaag.

Sebagai ucapan terimakasih, kukasihlah seplastik Tongji teh melati dan Tongji teh hijau—yang sebelumnya kubawain untuk temenku yang di Ghent tetapi gagal diberikan—ke Bang Marc. Beneran deh baik banget orangnya. Gw juga nggak lupa menganari CS Flixbus di twitter soal ini.

Yah, dramanya nggak berhenti disitu sih setelah gw bertemu koper, karena gw harus ngemper semalem di McD—bearable, trus jalan nyeret koper pagi-pagi buta ke stasiun Rotterdam Central, terus harus nunggu loket tiketnya buka untuk beli tiket karena mesin hanya nerima uang logam. Sedangkan Rotterdam – Denhaag itu seharga 6 Euro, sedangkan krincingan gw Cuma ada 4 euro. Nasib.

Terus mana dingin banget lagi stasiun. Gw udah merasa melas banget, kurang tidur, stress dan belom ganti baju. Meski pake jaket pinjeman dari temen. Akhirnya nyampe stasiun buru-buru bersih-bersih dan ganti baju. Ini juga jadi drama nih, karena toilet yang berkoin dan dikasih timer. Kalo waktunya udah abis pintunya kebuka sendiri, g peduli urusan udah beres atau belum, yhaaa…

Traveling benar-benar mengajarkan saya banyak hal. Saya menyadari, orang baik itu masih banyak dan ada di mana saja. Meski bisa dikatakan sepanjang tahun ini saya babak belur, saya tetap diberi kesempatan untuk bertemu orang-orang baik ini. Saya masih dijaga sama Alloh SWT ketika hilang di kota antah berantah dan sendirian. Saya semakin percaya, yakin akan kekuatan doa. Ketika saya menulis ini pun saya seperti diingatkan kembali: ketika sesuatu itu memang menjadi rezeki saya, somehow akan ada caranya saya didekatkan kepadanya, betapapun sulit dan berliku jalannya, dan begitu pula sebaliknya.

Dengan adanya peristiwa ini saya juga diingatkan untuk selalu berbuat baik, karena apapun yang kita lakukan termasuk kebaikan akan selalu kembali kepada kita dari arah yang kitapun g sangka, karena itu janji Alloh.

Dan juga ketika kita ketinggalan bus atau kereta atau pesawat, plis jangan panik. Jangaaaaaan panik. Karena kalau kita panik, kita kadang nggak bisa mikir. Terus berdoa insyaAlloh ketemu orang-orang baik juga dan dimudahkan usahanya mencari solusi. Nah kalau kasusnya persis kayak yang saya ceritain di atas, step-step yang saya ambil, bisa dicoba lah ya:

  1. Menghubungi CS minta dicarikan solusi, paling penting minta nama rekanan armada lokal. Kemudian search alamat, email dan no yang bisa dihubungi;
  2. Nyari tebengan, kalau g dapet taksi;
  3. Tahap selanjutnya sih tergantung ya. Saya memutuskan untuk melacak ke Denhaag karena tipe jalan-jalan saya cukup fleksibel untuk langsung merubah itinerary, waktu saya mepet, hingga akhirnya mau g mau.
  4. Oiya CS Flixbus sih nyaranin buat ngisi form lost and found di website mereka, tapi jujur itu nggak banyak bantu. Setelah gw menjemput barang gw pun dan sampai di Indonesia dan menunggu beberapa hari, gw menerima email dari Flix yang intinya menyatakan barang gw nggak ketemu. Mereka nggak adatuh dapat info kalo gw sebenernya udah ngambil barang tersebut. Kan artinya nggak ada kordinasi yang baik mengenai masalah ini. Dan tentunya beneran nggak ngasih solusi. Alhamdulilaah gw nggak duduk diam dan menunggu.

Terus gitu ada yang nanya, kapok nggak jalan-jalan sendiri naik bis pula? Ya enggak lah.

Ini malah bikin kita tambah pengalaman, tambah hati-hati dan tambah-tambah yang lainnnya. Nggak kapok juga sih naik Flixbus. Kalau Yurop Trip lagi bakal pake ini, kecuali kalo ngajak bayik ya, ini beda kondisi.

Pengennya sih next travel Apalo udah bisa dibawa-bawalah yhaa…

Mamak boleh dong bermimpi. :D

See you in the next traveling post.

Wassalam,
atviana